Kerajaan Kutai merupakan kerajaan yang terletak di tepi sungai Mahakam, Kutai, wilayah Kalimantan Timur. Keberadaan kerajaan ini juga dikenal sebagai Kutai Martadipura dan termasuk kerajaan yang tua. Lalu apa penyebab runtuhnya kerajaan Kutai yang sebenarnya?
Tidak banyak yang diketahui mengenai kerajaan Kutai, selain bahwa kerajaan ini berdiri sekitar tahun ke-5 Masehi. Kerajaan Kutai juga merupakan kerajaan bercorak Hindu paling tua yang pernah berdiri di Indonesia.
Sejarah Berdirinya Kerajaan Kutai
Berdrinya kerajaan Kutai di tandai dengan adanya prasati Yupa berjumlah 7 buah. Dalam prasati tersebut, disebutkan bahwa raja Mulawarman memberikan sumbangan besar kepada kaum Brahmana. Sumbangan tersebut berupa sapi dengan jumlah yang begitu besar.
Prasasti ini menjadi bukti adanya kerajaan Kutai dengan Hindu sebagai agama besarnya. Selain menceritakan mengenai Mulawarman, prasasti Yupa juga menceritakan tiga penguasa yang memerintah di daerah tersebut, yakni Kundungga, kakek dari Mulawarman, dan ayahnya, Aswawarman.
Sejarawan yang meneliti Kerajaan Kutai mengungkapkan bahwa prasasti Yupa ini memiliki 3 fungi, yakni sebagai prasasti, tiang pengikat untuk hewan ketika upacara keagamaan dilakukan, serta merupakan lambang kebesaran raja yang sedang memerintah.
Sejauh ini, diketahui bahwa Kundungga merupakan pendiri dari kerajaan Kutai. Kundungga menurut sejawaran merupakan nama asli Indonesia, sedangkan anaknya, Aswawarman, merupakan nama Hindu. Dikatakan bahwa Aswawarman juga diangkat menjadi raja dengan adat Hindu.
Sistem Pemerintahan Kerajaan Kutai
Sebelum membahas runtuhnya kerajaan Kutai, ada baiknya mengetahui bagaimana kerajaan ini berdiri. Kerajaan Kutai awalnya merupakan kerajaan lokal yang ada di Kalimantan Timur, terlihat dengan posisi Kundungga sebagai kepala adat yang punya pengaruh besar.
Di awal berdirinya, Kundungga dan Kerajaan Kutai tak memiliki agama, kemungkinan masyarakatnya menganut agama animism dan dinamisme. Setelah agama Hindu masuk ke Kalimantan Timur, Kundungga kemudian memeluk agama Hindu.
Anak Kundungga, Aswawarman, menjadikan Hindu sebagai agama kerajaan dan ia sendiri dinobatkan menjadi raja dengan cara Hindu. Bahkan Aswawarman mendapatkan gelar sebagai Wangsakerta yang artinya pembentuk keluarga.
Dalam prasati Yupa, dikatakan bahwa Kundungga menurunkan Aswawarman sebagai raja, kemudian Mulawarman, hingga ada 27 raja yang memerintah kerajaan Kutai. Prasati Yupa peninggalan kerajaan ini juga menggunakan bahasa Sansakerta dan huruf Pallawa, menunjukkan corak agama Hindu.
Kejayaan Kerajaan Kutai
Berdasarkan prasasti Yupa, puncak kejayaan Kerajaan Kutai berada di masa pemerintahan raja Mulawarman. Di dalam prasasti tersebut, disebutkan bahwa raja Mulawarman merupakan raja yang dermawan. Ini karena Mulawarman memberikan sumbangan besar untuk Brahmana yang tinggal di Kutai.
Brahmana pada masa kerajaan Kutai punya intelektual dan kecerdasan yang tinggi. Sebab mereka sudah bisa menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansakerta, yang kemudian digunakan untuk membuat prasati Yupa.
Selain itu, tercatat pula dalam Yupa bahwa Mulawarman pernah melakukan upacara pengorbanan dengan memberikan emas dalam jumlah besar. Emas tersebut ada yang dibagikan kepada rakyatnya ada pula yang dijadikan persembahan untuk para dewa.
Karena posisi Kutai yang strategis, pengembangan di bidang ekonomi Kutai cukup bagus. Ini karena letak tanahnya yang subur dan tak terlalu jauh dari sungai, sehingga cocok untuk melakukan aktifitas bertani dan beternak.
Masyarakat juga banyak yang berdagang dengan saudagar dari wilayah lain. Terlihat dengan adanya bukti bahwa Kutai pernah menarik pajak dari pedagang daerah lain yang ingin berdagang di kerajaan Kutai. Pajaknya bisa berupa upeti uang atau barang yang harganya mahal.
Secara sosial, keberadaan agama Hindu membuat sistem pembagian kasta di kerajaan Kutai mulai tertata. Setidaknya ada 2 golongan di kerajaan ini, yakni golongan Brahmana dan Kesatria. Golongan Kesatria adalah keluarga dan kerabat dari Raja Mulawarman.
Kebudayaan di kerajaan Kutai tak jauh dari pembuatan menhir dan batu berundak. Ini terlihat dengan dibuatnya prasasti Yupa yang memuji kedermawanan raja Mulawarman. Meski raja menganut agama Hindu, namun masyarakatnya di bebaskan menganut agamanya sendiri.
Faktor yang Menyebabkan Runtuhnya Kerajaan Kutai
1. Meninggalnya Mulawarman
Penyebab runtuhnya kerajaan Kutai adalah meninggalnya raja Mulawarman. Setelah wafat, ternyata raja penggantinya tak bisa memimpin kerajaan Kutai dengan baik. Karena hal tersebut, kondisi ekonomi dan sosial yang sebelumnya stabil di kerajaan Kutai mulai goyah.
2. Konflik Internal Kerajaan
Tak hanya karena kematian raja Mulawarman, Kutai juga mulai mengalami keruntuhan karena pergantian pemimpin yang terlalu cepat. Pergantian pemimpin ini tak memberikan dampak yang signifikan pada kondisi kerajaan Kutai, sehingga membuat kondisi kerajaan makin lemah.
3. Diserang oleh Kerajaan Kutai Kartanegara
Kerajaan Kutai Martadipura merupakan kerajaan Hindu, namun di abad ke-13, terjadi peperangan dengan kerajaan Kutai Kartanegara yang bercorak Islam. Raja terakhir Kutai Martadipura, Maharaja Dharma Setia, berhasil dikalahkan oleh Aji Pangeran Anum Panji Mendapa dari Kutai Kertanegara.
Runtuhnya Kerajaan Kutai
Kapan runtuhnya kerajaan Kutai Martadipura setelah diserang oleh kerajaan Kutai Kartanegara? Jawabannya adalah tahun 1635. Di tahun tersebut, kerajaan Kutai Martadipura akhirnya runtuh setelah Kutai Kartanegara mengalahkan raja Dharma Setia.
Setelah penyerangan tersebut, secara otomatis kerajaan Kutai yang sebelumnya bercorak Hindu, berubah menjadi wilayah kekuasaan kerajaan Kutai Kertanegara. Kerajaan Kutai Kartanegara akhirnya merubah namanya menjadi Kesultanan Kutai.
Peninggalan Kerajaan Kutai
Sebagai sebuah kerajaan, ada banyak peninggalan yang Kutai tinggalkan. Peninggalan ini masih bisa di lihat sampai sekarang dan menjadi bukti bahwa kerajaan Kutai Martadipura yang beragama Hindu memang pernah eksis dan berdiri di Indonesia.
Berikut ini adalah beberapa peninggalan dari kerajaan Kutai Martadipura dalam bentuk fisik selain prasati Yupa, diantaranya adalah:
1. Ketopong Sultan
Peninggalan pertama adalah Ketopong Sultan atau mahkota milik Maharaja kerajaan Kutai. Mahkota ini punya berat mencapai 2 kg, lengkap dengan permatanya yang indah dan langka.
2. Kura Kura Emas
Berikutnya ada peningalan kerajaan Kutai yang berasal dari wilayah lain, yakni kura-kura emas. Kura-kura emas ini merupakan hadiah persembahan dari sebuah kerajaan China, namun tak ada informasi kerajaan mana. Hadiah tersebut untuk putri kerajaan Kutai yang bernama Bidah Putih.
3. Gamelan Gajah Prawoto
Kerajaan Kutai juga memiliki gamelan yang disebut sebagai Gajah Prawoto. Melihat bagaimana bentuknya dan tak adanya pembuat gamelan di Kutai, sejarawan menganggap bahwa gamelan ini merupakan hadiah untuk raja Kutai yang berasal dari daerah Jawa.
4. Pedang Sultan Kutai
Di Museum Jakarta ada peninggalan dari kerajaan Kutai yang tersimpan baik, yakni pedang sultan Kutai. Pedang ini terbuat dari emas padat yang indah, di gagangnya terdapat ukiran harimau yang siap menerkam musuh. Sarung pedang sultan Kutai ini bergambar ukiran buaya.
5. Kalung Ciwa
Pada masa pemerintahan Sultan Aji Muhammad, salah satu raja dari kerajaan Kutai Kartengara yang menguasai wilayah Kutai, terdapat peninggalan bernama Kalung Ciwa. Kalung ini di temukan di dekat Danau Lapan, letaknya di dekat Muara Kaman.
Runtuhnya kerajaan Kutai karena diserang oleh kerajaan Kutai Kartanegara membuat kerajaan Hindu ini akhirnya runtuh. Kerajaan Kutai Kartanegara ini kemudian membuat sistem pemerintahan baru dan memerintah daerah sekitar Kalimantan Timur.
Baca Juga: