Latar Belakang Agresi Militer II Belanda, Kronologi dan Dampaknya

Serangan dan konflik antara Indonesia dan Belanda tak berhenti setelah Indonesia merdeka. Setelah gagal dengan agresi militer I, Belanda kembali lagi melakukan agresi militer II. Lalu apa yang menjadi latar belakang agresi militer II Belanda?

Agresi militer atau penyerangan militer oleh Belanda ke Indonesia dilakukan dua kali, pertama di tahun 1947 dan kedua di tahun 1948. Berikut adalah penjelasan lengkap mengenai agresi militer II Belanda beserta kronologi dan dampaknya.

Latar Belakang Agresi Militer II

Latar-Belakang-Agresi-Militer-II

Serupa dengan agresi militer Belanda I, agresi militer II juga disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah:

1. Adanya Perjanjian Renville

Meski sudah melakukan perjanjian Renville sebagai bentuk diplomasi, namun ketegangan antara Belanda dan Indonesia masih belum berakhir. Setelah perjanjian disepakati, kedua belah pihak malah mencurigai satu sama lain.

Bahkan Belanda menganggap perjanjian tersebut terlalu menguntungkan pihak Indonesia. Belanda menganggap bahwa wilayah Indonesia masih menjadi hak Belanda, apalagi saat itu Ratu Wilhelmina menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara persemakmuran Belanda.

2. Belanda Menuduh Indonesia Melakukan Perang Gerilya

Latar belakang agresi militer II Belanda selanjutnya adalah Belanda yang menuduh Indonesia melakukan penyusupan dan penyerangan. Tak hanya itu, Belanda juga menganggap Indonesia melakukan penjarahan di wilayah yang di kuasai oleh Belanda.

Saat itu memang sempat ada gerakan perang gerilya untuk mengambil kembali wilayah yang dikuasi oleh Belanda. Tak heran jika Belanda menganggap Indonesia tak bisa mengurusi tentara rakyat karena para tentara ini masih merongrong Belanda dan menimbulkan bentrok fisik.

3. Indonesia Menuduh Belanda Tidak Mentaati Perjanjian Renville

Jika sebelumnya Belanda menuduh Indonesia tak bisa mengurusi tentara rakyat, maka Indonesia menuduh Belanda tak mentaati perjanjian Renville. Indonesia menganggap Belanda tak mentaati kesepakatan bersama dan melakukan politik adu domba.

Salah satu bukti bahwa Belanda melakukan politik adu domba menurut Indonesia adalah adanya negera federal dan acara konferensi federal Bandung. Tak hanya itu, Belanda juga dianggap melanggar garis dermakasi militer yang sudah disepakati bersama.

Tujuan Agresi Militer II Belanda

Tujuan-Agresi-Militer-II-Belanda

Setelah adanya latar belakang agresi militer II, konflik antara Indonesia dan Belanda semakin memanas. Akhirnya pada pertengahan tahun 1948, Belanda memilih melakukan kembali agresi militer di Yogyakarta dengan tujuan:

  • Menghancurkan status Indonesia, yang saat itu tengah menjadi negara kesatuan.
  • Menghancurkan dan menjadikan Yogyakarta berada di bawah kekuasaan Belanda. Saat itu Yogyakarta tengah menjadi ibu kota Indonesia karena kondisi Jakarta yang kurang kondusif.
  • Menangkap pemimpin dan tokoh pergerakan Indonesia.

Kronologi Peristiwa Agresi Militer II Belanda

1. Penyerangan Yogyakarta

Dalam agresi militer II, Belanda menyerang Yogyakarta lewat udara pada tengah malam. Tujuan agresi militer saat itu adalah Pangkalan Udara Maguwo, yang langsung lumpuh seketika karena persiapan Belanda yang cukup matang saat itu.

Dengan jatuhnya Pangkalan Udara Maguwo, posisi Yogyakarta menjadi terpojok. Dalam waktu singkat, akhirnya Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda. Tak berhenti sampai disana, Dr. Beel, Wakil Mahkota Agoeng di Batavia melakuan siaran pers bahwa Belanda tak mau terikat lagi dengan Perjanjian Renville.

2. Penahanan Tokoh Perjuangan

Kronologi agresi militer II Belanda tak hanya sampai disana. Setelah berhasil menguasai Yogyakarta, Belanda juga menangkap tokoh perjuangan nasional. Diantara mereka yang tertangkap adalah Seokarno, Hatta, dan beberapa pejabat penting pemerintah Indonesia lainnya.

Setelah ditangkap, para pemimpin Indonesia ini tak bisa melakukan perlawanan. Mereka langsung diterbangkan untuk diasingkan ke Pulau Bangka. Meski di asingkan, tapi ternyata tokoh perjuangan ini, terutama Soekaro, sudah menyiapkan rencana cadangan.

3. Pemerintahan Darurat di Bukit Tinggi

Ternyata Soekarno sudah memperkirakan adanya agresi militer II Belanda. Karena itu, meski Yogyakarta jatuh, namun Indonesia masih mampu melawan dengan adanya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Bukittinggi.

Sebelum Belanda memasuki Yogyakarta, Soekarno sudah berkirim surat pada Menteri Syafrudin untuk membuat pemerintahan darurat di Bukittingi, tujuannya agar Indonesia bisa menyusun strategi untuk melawan Belanda lewat perang gerilya.

4. Adanya Pemerintahan Militer Terpusat

Berkat adanya pemerintahan darurat di Bukittingi, perlawanan terhadap Belanda memungkinan untuk dilakukan. Syafrudin menyusun perlawanan dengan bantuan militer di lima wilayah, yakni Aceh, Tapanuli, Riau, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat.

Tak hanya di wilayah Sumatera, laskar rakyat yang ada di Jawa pun memberikan dukungan pada pemerintahan militer terpusat ini. Dengan kerja sama yang dilakukan bersama, perlawanan yang dilakukan kepada Belanda pun dapat terarah dengan baik.

5. Perlawanan oleh Militer Indonesia

Militer Indonesia tak menyerah walaupun Yogyakarta menjadi milik Belanda. Petinggi militer saat itu, Panglima Besar Soedirman, membuat rencana untuk melawan Belanda. Caranya dengan mengikut sertakan pimpinan sipil setempat untuk bergerilya melakukan serangan balasan.

Serangan balasan ini mencapai puncaknya 1 Maret 1949 dan membuat Belanda cukup kalang kabut. Dengan adanya perlawanan oleh militer Indonesia ini menunjukkan bahwa militer Indonesia tak menyerah dan masih berjuang untuk menunjukkan eksistensi Indonesia sebagai negara.

Dampak Adanya Agresi Militer II

Dampak dan hasil agresi militer II Belanda ini dirasakan oleh kedua belah pihak, tak hanya Belanda atau Indonesia saja. Beberapa dampak yang terlihat secara signifikan antara lain:

1. Dampak untuk Indonesia

Serangan yang dilakukan Belanda ke Yogyakarta membuat banyak tokoh politik Indonesia ditangkap dan diasingkan ke luar Jawa. Hal tersebut membuat pergerakan politik semakin pelik karena tidak adanya sosok pemimpin untuk mengkoordinir.

Tak hanya itu, Indonesia juga membantuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Bukittinggi. Meski hanya sementara, namun pemerintahan darurat ini berhasil menyatukan masyarakat Indonesia untuk tetap mengusir Belanda dari Indonesia.

Di Yogyakarta, banyak bangunan yang hancur dan rusak. Belum lagi kerugiaan di bidang militer dengan adanya jumlah korban tewas yang cukup besar. Adanya agresi militer II Belanda ini tentu memberikan pukulan yang berat bagi Indonesia.

2. Dampak untuk Belanda

Lalu bagaimana dengan Belanda? Apakah Belanda merasakan dampak setelah melakukan agresi militer II dan menaklukan Yogyakarta? Meski akhirnya mampu menguasai ibu kota Indonesia, namun Belanda tetap mendapatkan pukulan telak dari militer Indonesia.

Serangan balik yang dilakukan TNI ini tentunya membuat Belanda mengalami kerugian besar, baik secara materiil atau korban jiwa. Tak hanya itu, pasukan Belanda juga mengakui bahwa mereka merasa kewalahan menghadapi serangan balik yang TNI lakukan.

Kewibawaan Belanda juga menurun karena penyebaran propaganda palsu. Dalam propaganda tersebut, dikatakan bahwa Indonesia sudah tidak ada setelah ditangkapnya tokoh pemimpin politik, namun nyatanya TNI Indonesia mampu memberikan serangan balik.

Berakhirnya Agresi Militer II Belanda

Agresi militer II Belanda baru berakhir setelah Indonesia dan Belanda duduk bersama dalam perjanjian Roem Royen. Dengan adanya perjanjian tersebut, agresi militer II resmi berakhir pada Mei 1949 dan gencatan senjata antara Indonesia dan Belanda disepakati.

Mengetahui latar belakang agresi militer II Belanda bisa membuat pemahaman mengenai perjuangan kemerdekaan Indonesia lebih mendalam. Perjuangan untuk memerdekanan Indonesia secara rinci tak hanya terjadi secara fisik, namun juga diplomasi.

Baca Juga: